Imam Al-Ghazali, atau nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali at-Tusi asy-Syafi'i (1058–1111 M), adalah salah satu ulama dan pemikir Islam paling berpengaruh dalam sejarah Islam. Beliau dikenal dengan gelar "Hujjatul Islam", yang berarti "Argumen Islam" atau "Pembela Islam". Gelar ini tidak diberikan sembarangan, tetapi merupakan bentuk pengakuan atas kontribusinya yang luar biasa dalam membela dan mereformasi pemikiran Islam, khususnya dalam bidang teologi, filsafat, tasawuf, dan fiqh.
Latar Belakang Kehidupan Imam Al-Ghazali
Lahir: 1058 M (450 H) di Tus, wilayah Khurasan, Persia (sekarang Iran).
Wafat: 1111 M (505 H), juga di Tus.
Mazhab Fiqh: Syafi’i.
Pendidikan awal: Belajar di bawah bimbingan ulama terkenal seperti Imam al-Juwaini (Imam al-Haramain).
Mengapa Dijuluki Hujjatul Islam?
Imam Al-Ghazali dijuluki Hujjatul Islam karena:
1.Membela Islam dari Serangan Filsafat Yunani
Pada masa Al-Ghazali, filsafat Yunani (terutama melalui pemikiran filsuf Muslim seperti Ibn Sina dan Al-Farabi) mulai mendominasi pemikiran Islam. Banyak kaum Muslimin yang terpengaruh sehingga meragukan aspek-aspek keimanan dasar.
Dalam karyanya "Tahafut al-Falasifah" (Kekacauan Para Filsuf), Al-Ghazali mengkritik 20 poin penting dalam filsafat, dan menyatakan bahwa 3 di antaranya termasuk kekufuran, seperti:
Keyakinan bahwa alam ini qadim (tidak bermula).
Penolakan terhadap kebangkitan jasmani.
Allah hanya mengetahui hal-hal secara universal, bukan secara rinci.
Melalui pendekatan logis dan rasional, ia membantah para filsuf, namun tetap dengan kerangka keislaman, bukan sekadar penolakan buta.
2. Mengharmonikan Syariat dan Tasawuf
Sebelum Al-Ghazali, terjadi pertentangan antara kaum ulama fiqh dan kaum sufi. Ia menyatukan dua pendekatan ini dengan menulis karya-karya seperti:
Ihya’ Ulum al-Din (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama): Sebuah ensiklopedia spiritual Islam yang mencakup akhlak, ibadah, muamalah, hingga tasawuf.
Ia menunjukkan bahwa tasawuf yang benar harus berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah, bukan sekadar praktik mistik.
3. Menghidupkan Kembali Semangat Keilmuan Islam
Al-Ghazali melihat kemunduran spiritual dan intelektual dalam masyarakat Muslim, bahkan di lingkungan akademik seperti di Nizamiyah Baghdad (universitas paling bergengsi kala itu, tempat ia menjadi rektor). Setelah mengalami krisis spiritual, ia meninggalkan jabatannya dan menjalani kehidupan zuhud selama bertahun-tahun.
Setelah itu, ia kembali mengajar, menulis, dan memperbaharui pemikiran keislaman dengan semangat baru, hingga mampu menghidupkan kembali nilai-nilai Islam dalam konteks zaman itu.
Beberapa Karya Terkenal Imam Al-Ghazali
Ihya’ Ulum al-Din — kitab rujukan dalam tasawuf dan akhlak Islam.
Tahafut al-Falasifah — kritik terhadap filsafat.
Al-Munqidz min al-Dhalal (Penyelamat dari Kesesatan) — kisah perjalanan spiritual dan intelektualnya.
Maqasid al-Falasifah — penjelasan netral tentang pandangan filsafat sebelum ia mengkritiknya.
Bidayat al-Hidayah — panduan etika dan ibadah untuk pemula.
Warisan dan Pengaruh
Dihormati di seluruh dunia Islam — Sunni, bahkan Syi’ah.
Menjadi rujukan utama dalam tasawuf Sunni dan etika Islam.
Karyanya diterjemahkan ke berbagai bahasa.
Diajarkan di pesantren, madrasah, hingga universitas Islam.
Kesimpulan
Imam Al-Ghazali dijuluki Hujjatul Islam karena kemampuannya membela Islam dari penyimpangan pemikiran, menyatukan syariat dan hakikat (tasawuf), serta membangkitkan kembali semangat keilmuan dan spiritual umat Islam. Gelar itu adalah bentuk penghormatan atas kontribusi ilmiah, spiritual, dan reformisnya dalam sejarah peradaban Islam.
By : Al Khamidy
