Santri‑Santri Mbah Kholil Bangkalan: Warisan Keilmuan dan Spirit Pesantren
Santri‑Santri Mbah Kholil Bangkalan: Warisan Keilmuan dan Spirit Pesantren
Latar Belakang
KH. Muhammad Kholil Bangkalan, atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Kholil**, lahir 27 Januari 1820 M (11 Jumadil Akir 1235 H), dari garis keturunan ulama. ([Universitas Wira Buana][1]) Beliau belajar di berbagai pesantren di Jawa Timur dan di Mekah, menguasai fiqh, nahwu, sharaf, tarekat, dan juga menghafal Al‑Qur’an 30 juz. ([Universitas Wira Buana][1])
Setelah kembali dari luar negeri, beliau mendirikan pesantren di Desa Cengkubuan, dan kemudian memperluas ke pusat kota Bangkalan. Santri dari berbagai daerah datang ke pondok beliau, tidak hanya dari Madura, tapi juga Jawa Timur, bahkan ke seberang (pulau Jawa). ([Universitas Wira Buana][1])
Siapa Saja Santri‑Terkenal Mbah Kholil
Beberapa santri beliau yang kemudian menjadi ulama besar atau punya pengaruh besar di Nusantara, antara lain:
1. KH. Hasyim Asy’ari — pendiri Pesantren Tebuireng di Jombang dan juga pendiri Nahdlatul Ulama.
2. KH. Wahab Hasbullah — juga termasuk santri terkenal beliau. Ada kisah karomah ketika beliau pertama kali berguru pada Mbah Kholil.
Karakter dan Spirit Santri‑nya
Beberapa hal yang menonjol dalam kehidupan santri‑santri beliau:
1. Kesungguhan dalam menuntut ilmu
Banyak santri rela jauh datang dari luar daerah, jauh dari kampung halaman, demi belajar dengan Mbah Kholil. Ilmu nahwu, fiqh, dan tarekat diajarkan dengan tekun. ([Universitas Wira Buana][1])
2. Pengalaman karomah
Di lingkungan pesantren beliau beredar banyak cerita karomah — mukjizat atau pengalaman spiritual luar biasa yang dipercaya santri terjadi. Misalnya santri yang salah baca doa tapi doanya manjur karena karomah Mbah Kholil. ([insibernews.com][3])
Contoh lain: kisah Kiai Wahab Hasbullah yang disebut “macan” karena karomahnya — suatu simbol untuk menunjukkan kekuatan spiritual dan mental lewat didikan beliau. ([Sumenep News][4])
3. Etika dan disiplin spiritual
Santri diajarkan tidak hanya tentang ilmu formal, tapi juga disiplin ibadah, integritas pribadi, ketekunan, dan akhlak baik. Misalnya shalat berjamaah, menjaga adab dalam belajar, menghormati guru dan sesama santri. Cerita‑cerita tradisional sering menekankan bahwa perubahan dalam diri santri bukan hanya karena materi pelajaran, tapi karena internalisasi nilai spiritual dan moral yang kuat. ([Portal Majalengka][5])
Jejaring Keilmuan dan Penyebaran Santri
Santri‑santri Mbah Kholil tidak hanya berhenti di Bangkalan, tapi mereka menyebar ke berbagai daerah, membentuk jejaring keilmuan:
Di Tatar Sunda (Jawa Barat), terdapat jaringan santri dan alumni yang sanadnya bersambung ke Mbah Kholil. Misalnya Ajengan Shobari Ciwedus dari Kuningan, yang pernah belajar ke beliau, dan kemudian menjadi pusat keilmuan di wilayahnya. ([NU Online][6])
Jejaring ini meliputi pesantren‑pesantren di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan wilayah lainnya yang menjadikan sanad Mbah Kholil sebagai bagian dari garis keilmuan mereka. ([alif.id][7])
Dampak dan Warisan
Santri‑santri Mbah Kholil membawa dampak yang cukup besar dalam sejarah Islam di Indonesia, terutama di pesantren:
Mereka melanjutkan tradisi pembelajaran Islam klasik, seperti pengajaran fiqh, ilmu alat (nahwu‑sharaf), dan tasawuf, dijadikan fondasi dalam pesantren‑pesantren setelahnya.
* Beberapa di antaranya menjadi tokoh penting di Nahdlatul Ulama, pendiri pesantren, penyebar dakwah, dan menjaga tradisi keilmuan Islam di masa penjajahan dan pasca penjajahan. ([Syaichona][2])
* Kisah‑kisah karomah dan spiritualitas beliau terus menjadi bagian dari budaya pesantren dan narasi keagamaan di masyarakat, memberi inspirasi dan spiritualitas bagi santri generasi berikutnya.
Tantangan dan Persepsi Modern
Meskipun begitu, warisan ini juga menghadapi tantangan ketika memasuki era modern:
* Bagaimana menyelaraskan antara keilmuan tradisional dengan kebutuhan zaman sekarang (pendidikan formal, teknologi, kurikulum modern).
* Menjaga keaslian sanad dan nilai‑nilai tradisionalnya di tengah arus globalisasi dan modernitas.
Kalau kamu mau, aku bisa buat versi yang lebih panjang—plus wawancara santri sekarang, atau fokus ke cerita‑karomah, atau bagaimana santri Mbah Kholil memengaruhi pemikiran Islam di Jawa Timur & Nusantara. Mau lanjut ke mana?
by Al Khamidy
Comments
Post a Comment