Trauma Korban Tahun 1998

 

Peristiwa tahun 1998 di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan kerusuhan dan reformasi, meninggalkan trauma mendalam bagi banyak korban

Trauma Korban Tahun 1998

Peristiwa tahun 1998 di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan kerusuhan dan reformasi, meninggalkan trauma mendalam bagi banyak korban, terutama mereka yang mengalami langsung kekerasan fisik, seksual, kehilangan keluarga, dan kehancuran ekonomi atau tempat tinggal. Berikut penjelasan mengenai trauma korban tahun 1998, baik dari aspek historis maupun psikologis:

Konteks Sejarah: Kerusuhan Mei 1998

Kerusuhan Mei 1998 adalah rangkaian peristiwa yang terjadi di tengah krisis ekonomi dan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Aksi unjuk rasa yang awalnya damai berubah menjadi kerusuhan massal, terutama di Jakarta, Medan, dan Solo.

Korban terbagi ke dalam beberapa kelompok, antara lain:

  • Etnis Tionghoa: Banyak menjadi sasaran penjarahan, kekerasan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan.

  • Perempuan: Ratusan laporan pelecehan dan pemerkosaan, banyak di antaranya tidak dilaporkan karena stigma dan ketakutan.

  • Mahasiswa dan Aktivis: Beberapa ditembak mati atau hilang dalam demonstrasi.

  • Warga sipil umum: Kehilangan harta benda dan keluarga akibat pembakaran, penjarahan, dan kekerasan.

Trauma Psikologis yang Dialami Korban

  1. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

    • Mimpi buruk, kilas balik (flashback), dan kecemasan berat setelah mengalami kekerasan langsung.

    • Sulit tidur, mudah marah, dan selalu waspada (hypervigilance).

  2. Depresi Berat

    • Perasaan hampa, sedih berkepanjangan, kehilangan harapan, hingga keinginan untuk bunuh diri.

    • Banyak korban pemerkosaan mengalami penarikan diri dari masyarakat.

  3. Stigma Sosial

    • Terutama korban perempuan yang mengalami kekerasan seksual, sering kali mendapatkan stigma dari masyarakat, bahkan keluarga sendiri.

  4. Rasa Tidak Aman dan Ketidakpercayaan

    • Hilangnya rasa aman di tempat tinggal sendiri.

    • Trauma antar-etnis yang menyebabkan ketegangan sosial berkepanjangan.

Upaya Pemulihan dan Hambatannya

  1. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)

    • Dibentuk oleh pemerintah untuk menyelidiki kerusuhan Mei 1998, termasuk kekerasan seksual.

    • Hasilnya mengakui adanya pelanggaran HAM berat, tetapi banyak pelaku belum dihukum.

  2. Keterbatasan Bantuan Psikologis

    • Banyak korban tidak mendapatkan akses ke konseling atau dukungan psikologis jangka panjang.

  3. Minimnya Rekognisi dan Keadilan

    • Banyak kasus tidak dilanjutkan ke proses hukum.

    • Pemerintah belum memberikan pemulihan menyeluruh, termasuk kompensasi atau permintaan maaf resmi.

Hingga Saat Ini...

  • Korban dan keluarga masih berjuang untuk keadilan.

  • Komunitas seperti Solidaritas Korban Pelanggaran HAM (SKP-HAM) dan Yayasan Pulih membantu menyediakan pendampingan psikososial dan advokasi hukum.

  • Generasi muda Tionghoa maupun non-Tionghoa mulai mengangkat kembali kisah ini lewat seni, sastra, dan dokumentasi agar tidak dilupakan.

Referensi dan Bacaan Lanjutan

  • Buku: "Breaking the Silence: Perempuan Bicara Pemerkosaan dalam Kerusuhan Mei 1998" – Komnas Perempuan

  • Film: "The Act of Killing" (meskipun tentang 1965, film ini mengangkat trauma kolektif masa lalu yang paralel dengan 1998)

  • Arsip: Komnas HAM, KontraS, dan catatan LSM terkait

Lebih baru Lebih lama