KH Nahrowi Dalhar Watucongol

 
KH Nahrowi Dalhar Watucongol (lebih dikenal sebagai “Mbah Dalhar Watucongol”)


KH Nahrowi Dalhar Watucongol (lebih dikenal sebagai “Mbah Dalhar Watucongol”)

Profil Singkat
Nama lengkap: KH Nahrowi Dalhar (sering disebut Mbah Dalhar) dari Watucongol, Muntilan, Magelang.
Lahir: 10 Syawal 1286 H / 12 Januari 1870 M di Watucongol, Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Wafat: 29 Ramadhan 1378 H / 8 April 1959 (atau sekitar waktu itu menurut beberapa sumber) dan dimakamkan di kompleks makam Gunung Pring, Watucongol.
Beliau dikenal sebagai ulama besar, mursyid tarekat Thariqah Syadziliyah, pengajar, dan pejuang kemerdekaan.

Latar Belakang dan Nasab
Ayahnya: KH Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo.
Kakeknya (Abdurrauf) diketahui sebagai salah satu panglima perang dalam gerakan Pangeran Diponegoro (1825‑1830) di Jawa.
Dari garis nasab juga disebutkan bahwa keluarga beliau menyambung hingga ke keturunan Kerajaan Mataram (Amangkurat III) melalui Hasan Tuqo.

Pendidikan dan Riwayat Ilmu
Sejak muda beliau telah belajar al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama di bawah ayahnya serta guru-guru pesantren sekitar Watucongol.
Pada usia muda, beliau mondok di beberapa pesantren, salah satunya di Kebumen (Pondok Al-Kahfi Somalangu) dan kemudian ke Tanah Suci (Makkah) untuk menuntut ilmu dan mendapatkan ijazah kemursyidan.
Beliau dikenal menjalani riyadhah (latihan spiritual) cukup ketat, termasuk periode khalwat (pengasingan) selama beberapa tahun saat di Makkah.

Peran dan Pengaruh
Sebagai mursyid tarekat Syadziliyah, beliau menjadi guru banyak ulama dari Jawa dan bahkan luar Jawa.
Beliau ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia; menurut tulisan beliau, pesantren menjadi markas dan tempat singgah pejuang pada masa kemerdekaan.
Beliau juga dikenal sebagai tokoh yang sangat menekankan cinta terhadap bangsa dan negara, serta sikap yang tegas dalam ajaran. Ganjar Pranowo berziarah ke makam beliau dan menyatakan bahwa nilai-nilai yang diajarkan Mbah Dalhar ialah mencintai bangsa, konsistensi, dan tidak ragu dalam bersikap.
Selain ilmu agama, beliau juga menghargai budaya lokal. Meskipun belajar ke Arab, setelah kembali ke Watucongol beliau tetap mempertahankan adat/tradisi Jawa yang positif.

Warisan dan Lokasi Ziarah
Makam beliau berada di kompleks makam Gunung Pring, Watucongol, Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dan masih menjadi tempat ziarah banyak orang.
Pesantren beliau, Pesantren Darussalam Watucongol, yang berdiri sejak masa leluhurnya, menjadi salah satu sentra ilmu dan tarekat di Jawa Tengah.
Kitab beliau salah satunya ialah Kitab Tanwirul Ma’ani, berbahasa Arab tentang manaqib Syekh Abul Hasan ‘Ali bin Abdillah as-Syadzili.

Mengapa Penting
Sosok beliau merupakan jembatan antara tradisi pesantren Jawa, tarekat klasik, dan perjuangan nasional.
Beliau dihormati lintas generasi karena kombinasi spiritualitas, keilmuan, dan aksi sosial-kemasyarakatan.
Tempat ziarah beliau menjadi titik spiritual dan budaya yang menyatukan banyak orang dari berbagai daerah, menandakan pengaruhnya yang luas.

Catatan Penting
Sejumlah tanggal dan detail riwayat memiliki variasi dalam sumber berbeda.
Sebagian kisah yang berhubungan dengan karamah atau keistimewaan beliau dilaporkan secara lisan atau semi-hikmah; perlu sikap waspada terhadap aspek historis dan legenda.

By  : Al Khamidy

Lebih baru Lebih lama