Guru Digugu dan Ditiru Gagasan Kihajar Dewantara
Dalam dunia pendidikan Indonesia, sosok Kihajar Dewantara tak pernah lekang oleh waktu. Gagasan-gagasannya masih relevan dan menjadi pijakan bagi guru-guru di seluruh penjuru negeri. Salah satu konsep yang sangat terkenal adalah istilah “guru yang digugu dan ditiru”. Ungkapan ini menggambarkan kedudukan guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai panutan, teladan, dan sumber inspirasi bagi peserta didik.
Makna “Digugu dan Ditiru”
Dalam bahasa Jawa, "digugu" berarti **dipercaya atau diikuti nasihatnya, sedangkan "ditiru" berarti dicontoh perilakunya. Maka, seorang guru ideal versi Kihajar Dewantara adalah pribadi yang perkataan dan perbuatannya selaras—bernilai dan layak dijadikan panutan.
Tidak cukup bagi seorang guru hanya mahir mengajar atau menguasai materi pelajaran. Lebih dari itu, guru juga harus menunjukkan karakter, etika, dan integritas yang kuat dalam kehidupan sehari-hari. Ia adalah figur yang bisa dipercaya ucapannya dan dicontoh perilakunya—baik di dalam maupun di luar kelas.
Landasan Filosofis Pendidikan Kihajar Dewantara
Gagasan “digugu dan ditiru” sejalan dengan semboyan pendidikan Kihajar Dewantara yang sangat terkenal:
"Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani."
Artinya:
- Ing ngarsa sung tuladha: di depan memberi teladan,
- Ing madya mangun karsa: di tengah membangun semangat,
- Tut wuri handayani: di belakang memberi motivasi atau dorongan.
Seorang guru harus mampu memainkan ketiga peran tersebut dengan seimbang. Ia adalah teladan, motivator, dan pendukung bagi tumbuh kembang anak-anak didiknya.
Tantangan Menjadi Guru Teladan di Era Modern
Di era digital seperti sekarang, tantangan menjadi guru yang digugu dan ditiru semakin besar. Informasi sangat mudah diakses, dan siswa tidak lagi menggantungkan seluruh pengetahuan pada guru. Namun justru di sinilah pentingnya peran guru sebagai panutan moral dan karakter.
Anak-anak zaman sekarang mungkin lebih cepat dalam memahami teknologi, tetapi mereka tetap membutuhkan sosok yang bisa membimbing secara etis, emosional, dan sosial. Guru yang bisa menunjukkan empati, kejujuran, kerja keras, dan tanggung jawab akan jauh lebih membekas di hati siswa dibandingkan hanya sekadar pengajaran teoritis.
Refleksi untuk Guru dan Calon Guru
Menjadi guru yang digugu dan ditiru bukanlah peran yang ringan. Ia menuntut konsistensi antara kata dan perbuatan. Guru dituntut untuk terus belajar, memperbaiki diri, dan beradaptasi dengan zaman, namun tidak kehilangan jati diri dan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh Kihajar Dewantara.
Guru bukan hanya profesi, tetapi panggilan jiwa. Mereka yang menjalani peran ini dengan sepenuh hati akan menjadi pilar penting dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas, berakhlak mulia, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Kihajar Dewantara telah meletakkan dasar yang kokoh bagi pendidikan Indonesia. Konsep “guru yang digugu dan ditiru” adalah pengingat bahwa pendidikan sejati tidak hanya terjadi lewat ceramah di kelas, tetapi lewat keteladanan dalam hidup sehari-hari. Selama masih ada guru yang mampu menjalankan peran ini, harapan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik akan tetap menyala. [Lehakafi]
Cikal bakal dunia pendidikan di indonesia
ReplyDelete